Breaking News

Buletin Al Ma’un Edisi XXXIX

Kebangkitan Kembali Peradaban Islam: Adakah Ia?

Oleh: KH. Abdurrahman Wahid

Dalam serangkaian percakapan, Dr. Soedjatmoko[1] mengemukakan bahwa negara-negara industri tampaknya sudah pada titik optimal dalam perkembangannya. Kelebihan yang tampaknya belum dapat dikejar oleh negara-negara berkembang kini hanya tinggal di bidang persenjataan. Dalam keadaan demikian, negara-negara berkembang akan dituntut untuk mengembangkan peradaban (civilisasi) mereka sendiri[2]. Ia memperkirakan munculnya tiga peradaban dunia dari negara-negara berkembang di masa depan yang tidak terlalu jauh, yakni peradaban Sinetik (bersumber pada daratan China) yang meliputi kawasan RRC, Korea, Jepang, dan Vietnam. Peradaban Indik (bersumber pada daratan ke-India-an) dengan lingkup bagian kawasan Asia Tenggara, Srilanka dan anak benua India sendiri, dan peradaban Islam yang membentang dari Asia Tenggara hingga ke Maroko.

Terhadap serangan mereka yang menganggap mustahil sebuah peradaban Islam dapat bangkit kembali (sebagian karena terpecah-belahnya bangsa-bangsa beragama Islam satu sama lain dalam hampir semua sektor kehidupan), ia menjawab justru dinamika pertentangan itu sendiri yang akan membesarkan kebudayaan Islam menjadi hampir satu peradaban dunia. Bukankah peradaban Eropa Barat pada waktu itu mulai menjarahi dunia dahulu yang sering saling menyerang satu sama lain?

Apa yang menarik dari pengamatan di atas adalah bahwa ia dikeluarkan oleh seorang intelektual dengan sikap hidup yang serba kosmopolitan yang dimilikinya selama ini. Kalau kesimpulan seperti itu dicapai oleh seseorang yang sudah dikenal kejujuran intelektualitasnya seperti Soedjatmoko ini, bagaimanakah dengan mereka yang berkecimpung dalam studi keislaman? Bagi mereka, pengamatan selama ini, sedikit-sedikitnya satu abad, sudah cukup untuk menambahkan keyakinan akan kebesaran peradaban Islam. Kebesaran material yang diwariskan kepada dunia dalam bentuk legasi arsitektur penuh kemegahan (dari masjid Pualam Biru di Turki hingga Taj Mahal di India) keagungan rohani yang yang dilestarikan dalam kepustakaan yang masih berjuta-juta dalam bentuk naskah tulisan tangan dan belum dicetak, serta dalam tradisi penurunan ilmu-ilmu dan nilai-nilai keagamaan dari generasi ke generasi dengan hasil terpeliharanya kebulatan pandangan hidup kaum Muslimin hingga kini dan kelengkapan yang ada pada masa lalu peradaban Islam yang dapat digunakan sebagai alat pengembangan peradaban Islam yang baru di masa depan.

Comments

comments

Pages ( 1 of 3 ): 1 23Next »