Breaking News

Buletin Al Ma’un Edisi XXXVII

Bencana menjadi teguran bagi mereka yang selamat, demikian pula bagi mereka yang berada jauh dari tempat kejadian. Orang-orang yang tidak terkena bencana, mendapatkan ‘ujian’ dari dampak bencana. Mereka yang sentosa berkewajiban menolong yang kepayahan. Mereka yang hidup berkewajiban menyelenggarakan jenazah bagi yang meninggal. Mereka yang masih memiliki banyak harta, berkewajiban memberikan makanan dan pakaian serta menolong dengan segenap kemampuan kepada mereka yang kehilangan segalanya. Memberi makan kepada mereka yang kelaparan, memberi pakaian kepada mereka yang telanjang dan memfasilitasi mereka yang kehilangan tempat tinggal.

Rasulullah saw bersabda, ”Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat; barangsiapa memudahkan seorang yang mendapat kesusahan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat; dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan akhirat; dan Allah selalu akan menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain Rasulullah SAW juga bersabda: “Hak seorang Muslim atas seorang Muslim yang lain ada enam.” Di antara para sahabat, Ada yang bertanya, ‘Apa saja ya Rasululllah?’ Beliau menjawab, ”Bila kamu berjumpa dengannya ucapkan salam, jika ia mengundangmu penuhilah, jika ia meminta nasihat kepadamu nasihatilah, jika ia bersin dan memuji Allah hendaknya kamu mendoakannya, dan jika ia sakit jenguklah, dan jika ia mati antarkanlah jenazahnya….” (HR Muslim)

Dengan demikian, mestinya kita takut jika tidak menolong, padahal kita mampu, mestinya kita malu kepada Allah jika tidak membantu saudara-saudara kita yang sedang kesusahan dan kepayahan, padahal kita sedang banyak memiliki kelonggaran.

Sabar Sebagai Kunci
Berikan kabar gembira kepada orang sabar” (QS. Al-Baqarah [2]:55), yaitu “diberikan ganjaran tanpa hisab” (QS. al-Zumar [39]:10)

Zuhud, atau meniadakan keinginan hati selain daripada Allah adalah kunci bagi seorang salik untuk sampai kepada-Nya. Terus menerus membersihkan hati dari selain-Nya berarti menjadikan zuhud sebagai gaya hidup. Jika zuhud adalah gaya hidup, maka sabar adalah ruhnya. Karena dalam perjalanannya menemukan Allah, seorang salik tak lekang dari ujian dan kesukaran. Cobaan itu pasti menimpa karena hakikat dunia itu sendiri sebagai negeri kesukaran (dar al-akdar) dan hidup sebagai ladang ujian. “Dan akan Kami uji kalian”, (QS: 2:155). Karena itu, tidak ada jalan lain untuk melewatinya kecuali dengan sabar. Mustahil seorang zahid lulus dalam ujian kezuhudan tanpa menjadikan sabar sebagai spirit dalam melewati rintangan.

Hujjatul Islam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menguraikan sabda Nabi saw yang menjelaskan bahwa sabar itu separuh iman. Ini menunjukkan bahwa iman atau keyakinan itu tidak dapat sempurna kecuali diiringi dengan amal saleh. Sedangkan amal saleh, baik berupa ketaatan kepada Allah atau meninggalkan maksiat, tidak akan tercapai kecuali dengan sabar. Dalam hubungannya dengan iman, Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah menjelaskan, “bahwa hubungan sabar dengan iman sama seperti kedudukan kepala dengan seluruh jasad. Tidak berfungsi jasad tanpa kepala, sebagaimana tidak bisa dikatakan iman seorang yang tidak mampu bersabar dalam menjalani ujian keimanannya.”

Dengan mengetahui hakikat sabar, maka seseorang dapat ringan dalam menjalani kehidupannya. Salik yang meniti jalan spiritual, tidak akan goyah tekadnya manakala datang ujian. Karena pada hakikatnya, ujian itu tidak datang dengan sendirinya, melainkan diberikan kepada Allah. Di antara rahmat Allah kepada hamba, Dia ringankan derita ujian dengan mengabarkan bahwa Dialah dzat yang memberikan ujian. Sebagaimana Ibnu Athaillah berujar dalam salah satu hikmahnya, “Mestinya ujian terasa ringan ketika kau mengetahui bahwa Allah-lah yang memberimu ujian. Dia yang menetapkan takdir atasmu adalah Dia yang selalu memberimu pilihan terbaik”.

Karena itu, Ibn Athaillah mengingatkan bahwa seseorang yang mengira telah hilang anugerah Allah karena ujian yang ditakdirkan oleh Allah, maka demikian itu karena piciknya pandangan imannya. Dan Nabi saw bersabda, “jangan menuduh tidak baik terhadap segala apa yang ditakdirkan Allah untukmu.” Maka, jika kita diuji dengan kemiskinan, musibah, atau mendapatkan kesulitan berkaitan dengan diri, keluarga, dan harta, ingatlah siapa yang menurunkan musibah tersebut. Ingat pula sifat rahmat, kasih sayang, dan cinta Allah kepada kita.

Comments

comments

Pages ( 2 of 3 ): « Previous1 2 3Next »