KH. Abdul Hamid
SEMUA ORANG MERASA PALING DISAYANG
Lahir: tahun 1333 H bertepatan 1914 M, di Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang. Wafat: 25 Desember 1985 M. Pendidikan: Pesantren Talangsari, Jember; Pesantren Kasingan, Rembang; Pesantren Tremas, Pacitan. Pengabdian: Pengasuh Pesantren Salafiyah, Pasuruan, Jatim.
Disuguhi Kulit Roti
Kiai Hamid bukanlah orang yang suka mengumbar nafsu. Justru, beliau selalu berusaha melawan nafsu. Suatu kali Kiai Hamid berniat untuk mengekang nafsunya dengan tidak makan nasi (tirakat). Tapi, istri beliau tidak tahu itu. Kepada beliau lalu disuguhkan roti. Untuk menyenangkannya, Kiai Hamid memakan roti itu, tapi tidak semuanya, melainkan kulitnya saja.
“O, rupanya dia suka kulit roti,” pikir istri Kiai Hamid. Esoknya istri Kiai Hamid membeli roti dalam jumlah yang cukup besar, lalu menyuguhkan kepada Kiai Hamid kulitnya saja. Kiai Hamid tertawa. “Aku bukan penggemar kulit roti. Kalau aku memakannya kemarin, itu karena aku bertirakat,” ujarnya.
Tidak Pernah Mengecewakan Orang Lain
Konon, berkali-kali Kiai Hamid ditawari mobil Mercedez oleh H. Abdul Hamid, orang kaya di Malang. Tapi, Kiai Hamid selalu menolaknya dengan halus. Dan untuk tidak membuatnya kecewa, Kiai Hamid mengatakan, ia akan menghubunginya sewaktu-waktu membutuhkan mobil tersebut.
Kiai Hamid memang selalu berusaha untuk tidak mengecewakan orang lain, suatu sikap yang terbentuk dari ajaran idkhalus surur (menyenangkan orang lain) seperti dianjurkan Nabi. Misalnya, jika bertamu dan sedang berpuasa sunnah, beliau selalu dapat menyembunyikannya kepada tuan rumah, sehingga tuan rumah tidak merasa kecewa. Selain itu, Kiai Hamid juga selalu mendatangi undangan, dimanapun dan oleh siapapun.
Sikap Sosial
Selain terbentuk oleh ajaran idkhalus surur, sikap sosial Kiai Hamid terbentuk oleh suatu ajaran (yang dipahami secara sederhana) mengenai kepedulian sosial Islam terhadap kaum dlu’afa yang diwujudkan dalam bentuk pemberian sedekah. Ajaran Islam, tanggung jawab sosial mula-mula harus diterapkan kepada keluarga terdekat, kemudian tetangga paling dekat dan seterusnya. Urutan-urutan priorotas demikian tampak pada Kiai Hamid.
Kepada keluarganya, secara rutin Kiai Hamid menyumbang mereka dengan uang dan beras. Selain itu, beliau juga menanggung sebagian biaya pendidikan anggota keluarganya, apakah itu keponakan, adik ipar, sepupu dan sebagainya.
Kepada tetangga terdekat yang tidak mampu, konon Kiai Hamid juga memberikan bantuannya secara rutin, terutama bila mereka sedang mempunyai hajat, apakah itu untuk mengawinkan atau mengkhitan anaknya.
Penelusuran lebih jauh akan menyimpulkan, perhatian terhadap orang lain merupakan ciri dari sikap sosial Kiai Hamid yang kuat. Bahwa semua tindakan beliau itu tumbuh dari sikap penuh perhatian yang tinggi terhadap orang lain. Sehingga, kata H.M. Hadi, santri sekaligus adik ipar Kiai Hamid, “Semua orang merasa paling disayang oleh Kiai Hamid.”
Menjadi Tempat Curahan Keluhan dan Masalah
Sikap kebapakan membuat semua orang yang mengenal Kiai Hamid secara dekat merasa kehilangan ketika beliau wafat. Beliau selalu dengan penuh perhatian mendengarkan keluhan dan masalah orang lain, dan terkadang melalui perlambang-perlambang, memberikan pemecahan terhadapnya.
Tak Cuma itu, Kiai Hamid sering memaksa orang untuk bercerita mengenai apa yang menjadi masalahnya. “Ceritakan kepada saya yang membuatmu gundah,” desak Kiai Hamid kepada H. A. Shohib Ubaid, meski telah berkali-ali mengatakan tidak ada apa-apa. Dan akhirnya setelah dibimbing ke kamar rumah beliau, Shohib dengan menangis menceritakan masalah keluarga yang selama ini mengganjal dihatinya.
Di saat lain, orang lain terpaksa bercerita bahwa ia masih kekurangan uang menghadapi perkawinan anaknya, setelah didesak oleh Kiai Hamid, beliau lalu memberinya uang Rp 200.000.
Kepeloporan, kebapakan dan sikap sosialnya yang dicirikan dengan komitmen idkhalus surur dan kepedulian sosial dalam bentuknya yang sederhana dengan corak religius yang kuat merupakan watak kepemimpinan Kiai Hamid. Tapi, lebih dari itu, kepemimpinan yang tidak menonjolkan diri dan dalam banyak hal, bahkan menyembunyikan diri, ternyata cukup efektif dalam kasus Kiai Hamid.[Tim Redaksi]
Disarikan dari buku “Menapak Jejak Mengenal Watak Kehidupan Ringkas 29 Tokoh NU”
Lembaga Amil Zakat dan Infaq Al-Ma'un Sadar Berbagi …