Breaking News

Buletin Al Ma’un Edisi 41

Menjaga Perdamaian, di tengah Menebar Kebenaran

Menyampaikan kebenaran memang hal yang baik dan harus dilakukan. Semua orang tentu setuju dengan itu. Akan tetapi, apakah semua memiliki cara yang sama untuk melakukan hal tersebut? Tentu tidak. Dan sudah seharusnya, cara yang kita contoh adalah cara Rasulullah SAW, dan juga cara para Nabi lainnya.

Cara utama dalam menyampaikan kebenaran yakni dengan menjaga perdamaian dan persaudaraan, apapun perbedaan cara berpikir dan tentu perbedaan keyakinan yang ada. Selama perdamaian bisa ditempuh, maka itu akan menjadi pilihan.

Kedua, menyampaikan kebenaran juga tidak dengan memaksakan kebenaran tersebut kepada orang lain. “laa ikraha fiddin, qad tabayyanar-rusydu minal ghayy; tidak ada paksaan dalam memeluk agama, telah jelas antara kebenaran dan kebatilan”. Mereka yang masih tidak ingin memeluk Islam, adalah hak mereka. Kewajiban kita hanya menyampaikan, “fadzakkir, innama anta mudzakkir, lasta ‘alaihim bimushaithir; maka berilah peringatan, sesungguhnya engkau (wahai Rasulullah) adalah pemberi peringatan, engkau bukan orang yang berkuasa (memerintah) atas mereka (untuk beriman).”

Kali ini kita akan lebih fokus pada poin pertama di atas, yakni menyampaikan kebenaran dengan menjaga perdamaian dan persaudaraan. Ketika kita membaca al-Qur’an, kita akan berkali-kali bertemu dengan ayat yang menyebutkan status para Nabi sebagai “akh” (yang berarti saudara; baik itu diartikan saudara sesama kabilah ataupun saudara sesama manusia, seperti penafsiran dari Ibn Abbas, radhiyallah anhuma), dan itu adalah hubungan antara para Nabi tersebut dengan kaumnya yang notabene dikisahkan oleh Allah SWT sebagai kaum kafir yang nantinya akan diadzab.

Dan tentu saja, penyebutan “akh” di ayat-ayat tersebut bukan tanpa faedah. Akan tetapi, hal tersebut merupakan keterangan jelas tentang bagaimana posisi yang mereka pilih (tentu atas perintah Allah SWT) saat mereka harus menyampaikan dan menyebarkan kebenaran. Dan bukankah sikap bersaudara adalah sikap untuk menciptakan kedamaian di tengah adanya perbedaan?

Sikap mengedepankan persaudaraan (kepada siapapun tanpa pandang bulu!) bakal banyak kita temukan dalam sejarah hidup Rasulullah SAW. Beliau selalu mengedepankan dan memilih opsi perdamaian dalam ajakannya menuju kebenaran. Salah satunya, ketika sebelum diteken Perjanjian Damai Hudaibiyyah, Rasulullah SAW bersabda, “Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, aku pasti akan memberi persetujuan pada rencana mereka (jika memang memuliakan hal-hal yang dimuliakan Allah).”

Comments

comments

Pages ( 1 of 3 ): 1 23Next »