Syekh Hamzah Fansyuri
Ulama Yang Mempelopori Bahasa Melayu sebagai Bahasa Ilmu Pengetahuan
Syekh Hamzah Fansyuri merupakan seorang ulama atau tokoh terkenal dari kota Barus, Aceh. Beliau adalah seorang sufi, sastrawan, pujangga dan guru agama yang lahir pada pertengahan abad ke-15, dan wafat pada tahun 1527 M. Beliau merupakan salah satu pendiri dan cikal bakal dari tradisi pesantren di Nusantara. Sebagai guru agama, beliau pernah menjadi guru dari salah seorang Wali Songo, yakni Syekh Nurullah atau Sunan Gunung Jati. Sebagai seorang sufi, Syekh Hamzah Fansyuri banyak berjasa dalam berbagai kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan di Nusantara. Ulama sufi ini hidup hingga akhir masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) di Kesultanan Aceh, dan wafat beberapa tahun sebelum kedatangan Ar-Raniry untuk kedua kalinya ke aceh pada tahun 1637 M.
Tidak hanya dilahirkan dan dibesarkan di Barus, Syekh Hamzah Fansyuri juga meninggal di kota tersebut, dan makam beliau hingga saat ini ramai dikunjungi oleh para peziarah. Salah satu jasa Syekh Hamzah Fansuri di bidang pendidikan adalah upayanya dalam memperbanyak bahasa Melayu menjadi bahasa ilmu pengetahuan yang tidak kalah dengan bahasa-bahasa ilmu lainnya yang berkembang saat itu.
Syekh Hamzah Fansyuri termasuk tipe orang yang sangat mementingkan ilmu pengetahuan, sehingga beliau pun berkelana ke berbagai wilayah demi mencari ilmu agama, khususnya tasawuf. Dalam hal ini, beliau banyak melakukan perjalanan antara lain ke Kudus, Banten, Johor, Siam, India, Persia, Irak, Makkah, Madinah, dan lain-lain.
Dalam menciptakan karya-karya syairnya, Syekh Hamzah Fansyuri banyak dipengaruhi oleh Fariduddin al-Athar, Jalaludin Rumi, dan Abdur Rahman al-Jami. Beliau termasuk penganut tarekat Qodariyah, yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani
Adapun karya-karya syair Syekh Hamzah Fansuri antara lain Syair Burung Pingai, Syair Dagang, Syair Pungguk, Syair Sidang Faqir, Syair Sidang Faqir, Syair Ikan Tongkol, dan Syair Perahu. Dan dalam bentuk kitab ilmiah antara lain Kitab Asfarul Arifin fi Bayaani “Ilmis Suluk wa Tauhid, Kitab Syarbul ‘Asyiqiin, Kitab Al-Muhtadi, dan Kitab Ruba’i Hamzah al-Fansuri.
Dalam bidang kebahasaan, Syekh Hamzah Fansuri merupakan penulis pertama kitab keilmuan dalam bahasa Melayu. Atas usahanya, beliau telah berhasil mengangkat martabat bahasa Melayu dari sekedar lingua franca (bahasa pengantar) menjadi bahasa intelektual dan ekspresi keilmuan yang canggih serta modern pada zamannya.
Sumbangan lain Syekh Hamzah Fanysuri adalah dalam proses islamisasi bahasa Melayu di Nusantara. Proses tersebut beliau lakukan dengan menciptakan syair-syair dan risalah-risalah tasawuf. Prosesnya tidak jauh beda dengan islamisasi pemikiran dan kebudayaan yang dilakukan oleh beliau.
Darma bakti lain pemikiran dan karya-karya Syekh Hamzah Fansyuri bagi peradaban Islam Nusantara adalah dalam bidang kesustraan. Syekh Hamzah Fansyuri telah mempelopori penulisan puisi-puisi filosofis dan mistis bercorak Islam. Kedalaman kandungan puisi-puisinya sukar ditandingi oleh penyair lain yang sezaman ataupun sesudahnya. Dan para penulis Melayu pada abad ke-17 dan 18 kebanyakan berada di bawah bayang-bayang kejeniusan dan kepiawaian Syekh Hamzah Fansyuri.
Di bidang kesusastraan pula, Syekh Hamzah Fansyuri merupakan orang pertama yang memperkenalkan puisi empat baris dengan skema rima A-A-A-A. Dan syair sebagai bentuk pengucapan sastra, seperti halnya pantun, sangat populer dan digemari oleh para penulis hingga abad ke-20.
Syekh Hamzah Fansyuri tergolong orang yang tidak pernah puas akan ilmu pengetahuan. Meskipun sudah menjadi seorang ulama besar, pujangga hebat, dan cendikiawan, beliau tetap belajar serta mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Dengan demikian, aktivitas sehari-hari Syekh Hamzah Fansyuri tidak lepas dari belajar, mengkaji, menafsirkan, dan menciptakan fatwa-fatwa baru untuk dakwahnya.