Breaking News

Buletin Al Ma’un Edisi XXXVIII

Kehidupan keluarga, apabila diibaratkan sebagai satu bangunan, demi terpeliharanya bangunan itu dari hantaman badai dan guncangan gempa, maka ia harus didirikan di atas satu fondasi yang kuat dengan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket. Fondasi kehidupan kekeluargaan adalah ajaran agama, disertai dengan kesiapan fisik dan mental calon-calon ayah dan ibu. Bagi yang belum siap fisik, mental dan keuangannya, dianjurkan untuk bersabar dan tetap memelihara kesucian diri agar tidak terjerumus ke lembah kehinaan.

Hendaknya orang-orang yang tidak mampu kawin memelihara kesucian dirinya, sampai Allah menganugerahkan kepadanya kemampuan. (QS. 24:33)

Bagi yang telah memiliki kedewasaan fisik dan mental serta kemampuan keuangan dianjurkan untuk menikah. Tetapi, demi kokohnya fondasi kehidupan keluarga, kepada mereka dianjurkan agar menjadikan faktor keberagamaan calon pasangannya sebagai faktor yang amat menentukan pilihan. Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw., bersabda:
Biasanya seorang wanita dikawini karena empat faktor: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, raihlah yang memiliki agama, karena kalau tidak, tanganmu akan berlumuran tanah (hidupmu miskin/sengsara). (Hadis riwayat Bukhari, Muslim, dan lain-lain dari Abu Hurairah)

Ada seseorang yang datang kepada Al-Hasan Al-Bashri –seseorang tabi’iy besar– untuk meminta pandangannya. Dia berkata:

“Ada dua orang yang datang melamar putriku, siapa yang kuterima?”

“Terimalah yang paling baik agamanya, karena jika ia senang kepada istrinya, pasti ia menghormati (memelihara)-nya; sedangkan bila ia membencinya, ia tidak akan menganiayanya,” jawab Al-Hasan Al-Bashri.

Seorang yang lain pernah mengeluh kepada ‘Umar ibn Al-Khaththab bahwa cintanya kepada istrinya telah memudar dan ia bermaksud menceraikannya. ‘Umar menasihati:

“Sungguh jelek niatmu. Apakah semua rumah tangga (hanya dapat) terbina dengan cinta? Di mana takwamu dan janjimu kepada Allah? Di mana pula rasa malumu kepada-Nya? Bukankah kamu sebagai sepasang suami-istri, telah saling bercampur (menyampaikan rahasia) dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat?”

Memang, al-Qur’an menegaskan dalam hal kehidupan rumah tangga bahwa:

Bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena boleh jadi kamu tidak senang terhadap mereka, tetapi Allah menjadikan di balik itu kebajikan yang banyak. (QS. 4:19)

Itulah gambaran dari kekuatan fondasi bangunan kehidupan keluarga; sedangkan kekokohan bahan-bahan bangunannya tercermin antara lain dalam kewajiban memperhatikan buah perkawinan itu. Yakni perhatian terhadap anak-anak sejak masih dalam kandungan sampai masa dewasanya.

Ketika anak masih dalam kandungan, ibu diperintahkan untuk memperhatikan kesehatannya. Karena, kesehatan ibu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin, bahkan ada kewajiban agama yang digugurkan (ditangguhkan) pelaksanannya seperti puasa, apabila pelaksanaannya diduga dapat mengganggu kesehatan janin. Anak yang lahir dianjurkan untuk disambut dengan penuh kesyukuran, yang tentunya tersirat di dalamnya kepuasan orangtua melihat bayinya lahir dalam keadaan sepurna. Penyambutan dilakukan dengan upacara ‘aqiqah dan pemberian nama yang baik. Setelah beranjak remaja, orangtua diwajibkan untuk mendidik anak-nya sebaik mungkin.

Comments

comments

Pages ( 2 of 3 ): « Previous1 2 3Next »