Adapun jalinan perekat bagi bangunan keluarga adalah hak dan kewajiban yang disyariatkan Allah terhadap ayah, ibu, suami dan istri, serta anak-anak. Hak, kewajiban, serta peraturan yang ditetapkan itu tidak lain tujuannya kecuai untuk menciptakan keharmonisan dalam hidup berumah tangga yang pada akhirnya menciptakan suasana aman, bahagia, dan sejahtera bagi seluruh masyarakat bangsa.
Keluarga adalah “umat kecil” yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. “Umat besar” atau satu negara demikian pula halnya. Al-Qur’an menamakan satu komunitas sebagai umat, dan menamakan ibu yang melahirkan anak keturunan sebagai umm. Kedua kata tersebut terambil dari akar yang sama. Mengapa demikian? Agaknya karena ibu yang melahirkan itu dan yang dipundaknya terutama dibebankan pembinaan anak dan kehidupan rumah tangga merupakan tiang umat, tiang negara dan bangsa.
Keluarga adalah sekolah tempat putra-putri bangsa belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia, seperti kesetiaan, rahmat, dan kasih sayang, ghirah (kecemburuan positif), dan sebagainya. Dari kehidupan keluarga, seorang ayah dan suami memperoleh dan memupuk sifat keberanian dan keuletan sikap dan upaya dalam rangka membela sanak keluarganya dan membahagiakan mereka pada saat hidupnya dan setelah kematiannya.
Keluarga adalah unit terkecil yang menjadi pendukung dan pembangkit lahirnya bangsa dan masyarakat. Selama pembangkit itu mampu menyalurkan arus yang kuat lagi sehat, selama itu pula masyarakat bangsa akan menjadi sehat dan kuat. Memang, keluarga mempunyai andil yang besar bagi bangun-runtuhnya suatu masyarakat. Walaupun harus diakui pula bahwa masyarakat secara keseluruhan dapat mempengaruhi pula keadaan para keluarga.
Kalau dalam literatur keagamaan dikenal ungkapan al-mar’ah ‘imad al-bilad (wanita adalah tiang negara), maka pada hakikatnya tidaklah meleset bila dikatakan bahwa al-usrah ‘imad al-bilad biha tahya wa biha tamut (keluarga adalah tiang negara, dengan keluargalah negara bangkit atau runtuh).
Suatu keluarga –sebagaimana halnya suatu bangsa– tidak dapat hidup tenang dan bahagia tanpa suatu peraturan, kendali, dan disiplin yang tinggi. Kepincangan dalam menerapkan peraturan mengakibatkan kepincangan dalam kehidupan. Memimpin rumah tangga adalah satu tanggung jawab, demikian juga memimpin bangsa.
Demikianlah, terlihat betapa besar peranan keluarga dan keberhasilan kita secara perseorangan atau kolektif, secara pribadi atau sebagai bangsa, di dunia dan akhirat kelak, banyak sekali ditentukan oleh keberhasilan kita dalam keluarga masing-masing. Wajar jika Allah berpesan:
Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. 66:6).
Disarikan dari buku “Membumikan Al-Qur’an”
Karya Prof. M. Quraish Shihab
Lembaga Amil Zakat dan Infaq Al-Ma'un Sadar Berbagi …