Breaking News

Buletin Al Ma’un Edisi XXXII

Melihat Rohingya

Sejak rangkaian serangan pada 9 Oktober 2016 di daerah Arakan, Wilayah Rakhine, Myanmar, tragedi kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara kita dari etnis Rohingya tak lekas selesai. Eskalasi konflik justru terus meningkat hingga saat ini.

Setelah membaca dengan seksama laporan UN Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR)–2017 maupun laporan-laporan dari lembaga yang dipercaya lainnya, di mana diketahui 60 ribu lebih etnis Rohingya merasa nyawanya terancam pergi menyelamatkan diri dari daerah konflik. Ribuan korban tewas dibunuh secara keji dan ribuan orang pula telah dihilangkan secara paksa. 64 persen di antaranya dari etnis Rohingya melaporkan pernah mengalami penyiksaan secara fisik maupun mental, 52 persen perempuan Rohingya melaporkan mengalami pemerkosaan dan/atau pelecehan seksual lainnya yang mengerikan. Ditambah lagi dengan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang sekaligus penyiksaan selama penahanan terhadap ribuan warga Rohingya, perusakan maupun penjarahan terhadap rumah, harta benda, makanan dan sumber makanan warga Rohingya secara masif, serta pengabaian maupun ketiadaan perawatan kesehatan terhadap para korban.

Ini merupakan tragedi kemanusiaan terparah di kawasan Asia Tenggara saat ini. Indikasi kuat diperoleh bahwa ini dilakukan oleh tangan negara, baik aparat militer, keamanan, kepolisian maupun pemerintahan Myanmar. Hal itu didasarkan pada laporan pengindraan secara satelit oleh UNOSAT maupun HRW, terdapatnya pola-pola serangan terhadap desa-desa etnis Rohingya yang memang telah ditargetkan.

Konflik Geopolitik

Pengkajian dilakukan secara mendalam, khususnya secara geopolitik mengapa terjadi insiden serangan dengan menargetkan wilayah-wilayah yang dihuni etnis Rohingya. Diawali pada tahun 2013, kemudian 2016 dan semakin menguat di tahun 2017 ini dengan intensifikasi jumlah korban dan jenis kekejian yang dilakukan.

Tragedi kemanusiaan terhadap etnis Rohingya merupakan konflik geopolitik, khususnya pertarungan kuasa dan kekuasaan (yang tak seimbang) di daerah Arakan-Rakhine, yang dihuni mayoritas etnis Rohingya dengan dugaan kuat didasarkan pada perebutan secara paksa tanah dan sumber daya, khususnya minyak dan gas, khususnya di wilayah-wilayah sekitar:

1) Pipa gas (mulai beroperasi 1 Juli 2013 dengan kapasitas 193,6 juta kubik kaki per hari) dan pipa minyak (mulai beroperasi 1 Desember 2013 dengan kapasitas 400 ribu barrels per hari) dari Kyauk Phyu ke perbatasan China sepanjang 803 km. Pengelolaan dilakukan konsorsium bersama dengan komposisi kepemilikan saham 50,9 persen CNPC (China), 25,04 persen Daewoo International (Korea), 8,35 persen ONGC (India), 7,37 persen MOGE (Myanmar), 4,17 persen GAIL (India) dan 4,17 persen investor-investor swasta lainnya;

2) Pipa gas (mulai beroperasi 1 Juli 2013 dengan kapasitas 105,6 juta kaki kubik per hari) dari Shwe ke Kyauk Phyu sepanjang 110 km. Pengelolaannya oleh konsorsium bersama dengan komposisi kepemilikan saham 51 persen Daewoo International (Korea), 17 persen ONGC (India), 15 persen MOGE (Myanmar), 8,5 persen GAIL (India) dan 8,5 KOGAS (Korea);

3) Blok-blok minyak dan gas di Semenanjung Rakhine di mana Daewoo International (Korea), ONGC (India), MOGE (Myanmar), GAIL (India), KOGAS (Korea), Woodside Petroleum (Australia), CNPC (China), Shell (Belanda/Inggris), Petronas (Malaysia), MOECO (Jepang), Statoil (Norweigia), Ophir Energy (Inggris), Parami Energy (Myanmar), Chevron (Amerika Serikat), Royal Marine Engineering (Myanmar), Myanmar Petroleum Resources (Myanmar), Total (Prancis), PTTEP (Thailand) dan Petronas Carigali (Malaysia) beroperasi dan berproduksi. Di daerah tersebut dilaporkan memiliki cadangan sebesar 7,836 triliun kaki kubik gas dan 1,379 miliar barel minyak, yang beberapa blok di antaranya berproduksi sejak 2013, ditawarkan tahun ini sebagai temuan baru, dan beberapa blok lainnya jatuh tempo kontraknya tahun 2017 ini; dan

4) Blok-blok minyak dan gas di daratan Arakan di mana North Petro-Chem Corp (China), Gold Petrol (Myanmar), Interra Resources (Singapura), Geopetrol (Prancis), Petronas Carigali (Malaysia), PetroleumBrunei (Brunei), IGE Ltd. (Inggris), EPI Holdings (Hongkong/China), Aye Myint Khaing (Myanmar), PTTEP (Thailand), MOECO (Jepang), Palang Sophon (Thailand), WIN Resources (Amerika Serikat), Bashneft (Russia), A1 Construction (Myanmar), Smart Technical Services (Myanmar), Myanmar Petroleum Resources (Myanmar) dan ONGC (India) beroperasi dan berproduksi. Di daerah tersebut dilaporkan memiliki cadangan sebesar 1,744 triliun kaki kubik gas dan 1,569 miliar barel minyak yang beberapa blok di antaranya jatuh tempo kontraknya pada tahun 2017 ini.

Comments

comments

Pages ( 1 of 2 ): 1 2Next »