Breaking News

Buletin Al Ma’un Edisi XXI

Kelompok-kelompok garis keras berusaha merebut simpati umat Islam dengan jargon memperjuangkan dan membela Islam, dengan dalih tarbiyah dan dakwah amar ma’ruf nahy munkar. Jargon ini sering memperdaya banyak orang, bahkan mereka yang berpendidikan tinggi sekalipun, semata karena tidak terbiasa berpikir tentang spiritualitas dan esensi ajaran Islam. Mereka mudah terpancing, terpesona dan tertarik dengan simbol-simbol kegamaan.

Melihat berbagai realitas yang ada, perlu kiranya langkah-langkah strategis untuk melestarikan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan menegakkan warisan luhur tradisi, budaya dan spiritualitas bangsa Indonesia, antara lain dengan:

  • Mengajak dan mengilhami masyarakat dan para elit untuk bersikap terbuka, rendah hati, dan terus belajar agar bisa memahami spiritualitas dan esensi ajaran agama, dan menjadi jiwa-jiwa yang tenang.

  • Menghentikan dan memutus–dengan cara-cara damai dan bertanggung jawab–mata rantai penyebaran paham dan ideologi garis keras melalui pendidikan (dalam arti kata yang seluas-luasnya) yang mencerahkan, serta mengajarkan dan mengamalkan pesan-pesan luhur agama Islam yang mampu menumbuhkan kesadaran sebagai hamba Tuhan yang rendah hati, toleran dan damai.

Bekerjasama, saling mengingatkan tentang kebenaran (wa tawashau bil-haqq) dan untuk selalu bersabar (wa tawashau bil-shabr), menjadi kunci penting dalam hal ini. Tujuan mulia hendaknya tidak dinodai dengan usaha-usaha kotor, kebencian, maupun aksi-aksi kekerasan. Tujuan luhur harus dicapai dengan cara-cara yang benar, tegas, bijaksana dan bertanggung jawab, yang jauh dari arogansi, pemaksaan dan semacamnya.

Kita pantas mengingat nasehat Syeikh Ibn ‘Athaillah al-Sakandari dalam Hikam karyanya: “Jangan bersahabat dengan siapapun yang perilakunya tidak membangkitkan gairahmu mendekati Allah dan kata-katanya tidak menunjukkanmu kepada-Nya” (la tash-hab man la yunhidluka ila Allah haluhu, wa la yahdika ila Allah maqaluhu). Orang yang merasa paling mengerti Islam, penuh kebencian kepada makhluk Allah yang tidak sejalan dengan mereka, serta merasa sebagai yang paling benar dan karena itu mengklaim berhak menjadi khalifah-Nya untuk mengatur semua orang, pasti perbuatan dan kata-katanya tidak akan membawa kita kepada Tuhan. Cita-cita mereka tentang agama Islam hanya ilusi. Negara Islam yang sebenarnya tidak terdapat dalam konstruksi pemerintahan, tetapi dalam kalbu yang terbuka kepada Allah SWT dan kepada sesama makhluk-Nya.

Kebenaran dan kepalsuan sudah jelas, garis keras ingin memaksa semua rakyat Indonesia tunduk kepada paham mereka yang ekstrem dan kaku. Catatan sejarah bangsa kita –Babad Tanah Jawi, Perang Padri, Pemberontakan DI, dan lain-lain– menunjukkan bahwa jiwa-jiwa yang resah akan terus mendorong bangsa kita ke jurang kehancuran sampai mereka betul-betul berkuasa, atau kita menghentikannya seperti berkali-kali telah dilakukan oleh jiwa-jika yang tenang, nenek moyang kita. Saat ini kitalah yang memilih masa depan bangsa. [Tim Redaksi]

Disarikan dari tulisan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

dalam buku Ilusi Negara Islam

Comments

comments

Pages ( 2 of 3 ): « Previous1 2 3Next »