SANTRI
Cermin Karakter Muslim Indonesia
Istilah santri merupakan asli produk dari Indonesia. Berbeda dengan istilah siswa yang berasal dari Belanda. KH. Agus Sunyoto dalam salah buku karyanya, Atlas Walisongo, menyebutkan bahwa kata santri merupakan produk dari Wali Songo yang diadaptasi dari istilah bahasa sangsekerta sashtri yang bermakna orang-orang yang mempelajari kitab suci (sashtra).
Istilah santri tidak akan pernah bisa lepas dari pesantren. Pesantren adalah sistem pendidikan produk asli nusantara yang menakjubkan. Ia dikembangkan oleh Wali Songo sebagai sebuah hasil proses asimilasi di bidang pendidikan antara tradisi Hindu-Buddha dengan nilai-nilai Islam. Pesantren merupakan kunci dari sebuah hasil formulasi nilai-nilai sosio-kultural religius dalam penyebaran Islam di tanah nusantara.
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj menjabarkan, santri adalah kelompok umat Islam yang menerima ajaran Islam dari para Kiai, para Kiai dari guru-gurunya para ulama, para ulama dari guru-gurunya yaitu para Wali Songo yang telah berhasil mengislamkan masyarakat nusantara ini. Jadi, santri itu jelas yang akan menindaklanjuti metode dakwahnya Wali Songo. Dimana dakwah Wali Songo tersebut ampuh dalam mengislamkan masyarakat nusantara, tanpa ada peperangan, tanpa ada kekerasan. Maka, sanad keilmuan dan seorang guru adalah kunci bagi seorang santri dalam menerima dan menyampaikan ajaran Islam.
Hari Santri Nasional
Melalui keputusan presiden nomor 22 tahun 2015 ditetapkan bahwa setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Tanggal tersebut dipilih dan disandarkan atas salah satu sejarah perjuangan kaum santri bersama rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui seruan Resolusi Jihad oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, hingga meletusnya perang semesta terbesar sepanjang sejarah kemerdakaan Indonesia yakni peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, yang kini kita kenang sebagai Hari Pahlawan. Pada peristiwa tersebut, para kiai dan santri dari berbagai pesantren ikut berperang di garis terdepan hingga titik darah penghabisan untuk mengusir tentara Sekutu atau NICA.